Selasa, 29 Desember 2015

info keraton jogjakarta

A.  Sejarah
Kraton Yogyakarta adalah istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi di jantung kota Yogyakarta. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah bergabung dalam NKRI pada tahun 1950, namun komplek keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Kraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata favorit yang paling sering dikunjungi di kota Jogja. Sebagian kompleks kraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, kereta kencana dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki beberapa balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Kraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram yang akan dikebumikan di Imogiri
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernamaGarjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan)[4][5]. Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.[1]
B.     STRUKTUR BANGUNAN KERATON YOGYAKARTA
Keraton Yogya terletak di sebuah kompleks luas yang terbagi dalam beberapa bagian. Secara garis besar bangunan Keraton Yogya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dengan kompleks dan bangunan di dalamnya.
C.    MAKNA TATA RUANG KERATON YOGYAKARTA
Setelah diguncang gempa tahun 1867, Keraton mengalami kerusakan berat. Pada masa HB VII tahun 1889, bangunan tersebut dipugar. Meski tata letaknya masih dipertahankan, namun bentuk bangunan diubah seperti yang terlihat sekarang.
Tugu dan Bangsal Manguntur Tangkil atau Bangsal Kencana (tempat singgasana raja), terletak dalam garis lurus, ini mengandung arti, ketika Sultan duduk di singgasananya dan memandang ke arah Tugu, maka beliau akan selalu mengingat rakyatnya (manunggaling kawula gusti).
Tatanan Keraton sama seperti Kraton Dinasti Mataram pada umumnya. Bangsal Kencana yang menjadi tempat raja memerintah, menyatu dengan Bangsal Prabayeksa sebagai tempat menyimpan senjata-senjata pusaka Kraton (di ruangan ini terdapat lampu minyak Kyai Wiji, yang selalu dijaga abdi dalem agar tidak padam), berfungsi sebagai pusat. Bangsal tersebut dilingkupi oleh pelataran Kedhaton, sehingga untuk mencapai pusat, harus melewati halaman yang berlapis-lapis menyerupai rangkaian bewa (ombak) di atas lautan.
Tatanan spasial Keraton ini sangat mirip dengan konstelasi gunung dan dataran Jambu Dwipa, yang dipandang sebagai benua pusatnya jagad raya.
Dari utara ke selatan area Kraton berturut-turut terdapat Alun-Alun Utara, Siti Hinggil Utara, Kemandhungan Utara, Srimanganti, Kedhaton, Kemagangan, Kemandhungan Selatan, Siti Hinggil Selatan dan Alun-Alun Selatan (pelataran yang terlindung dinding tinggi).Sedangkan pintu yang harus dilalui untuk sampai ke masing-masing tempat berjumlah sembilan, disebut Regol. Dari utara terdapat gerbang, pangurukan, tarub, agung, brajanala, srimanganti, kemagangan, gadhung mlati, kemandhungan dan gading. Brongtodiningrat memandang penting bilangan ini, sebagai bilangan tertinggi yang menggambarkan kesempurnaan. Hal ini terkait dengan sembilan lubang dalam diri manusia yang lazim disebut babahan hawa sanga. Kesakralan setiap bangunan Kraton, diindikasikan dari frekuensi serta intensitas kegiatan Sultan pada tempat tersebut.
Alun-Alun, Pagelaran, dan Siti Hinggil, pada tempat ini Sultan hanya hadir tiga kali dalam setahun, yakni pada saat Pisowan Ageng Grebeg Maulud, Sawal dan Besar. Serta kesempatan yang sangat insidental yang sangat khusus misal pada saat penobatan Sultan dan Penobatan Putra Mahkota atau Pangeran Adipati Anom.
Kraton Yogyakarta memanglah bangunan tua, pernah rusak dan dipugar. Dilihat sekilas seperti bangunan Kraton umumnya.
Tetapi bila kita mendalami Kraton Yogyakarta, yang merupakan contoh terbesar dan terindah dengan makna simbolis, sebuah filosofi kehidupan, hakikat seorang manusia, bagaimana alam bekerja dan manusia menjalani hidupnya dan berbagai perlambangan eksistensi kehidupan terpendam di dalamnya.

D.    Fungsi Dan Manfaat  Keraton Jogjakarta
Ø  Fungsi Kraton dibagi menjadi dua yaitu fungsi Kraton pada masa lalu dan fungsi Kraton pada masa kini.
a.                   Fungsi Kraton pada masa lalu, pada masa lalu keraton berfungsi sebagai tempat tinggal para raja. Kraton didirikan pada tahun 1756, selain itu di bagian selatan dari Kraton ini, terdapat komplek kesatriaan yang digunakan sebagai sekolah putra-putra sultan. Sekolah mereka dipisahkan dari sekolah rakyat karena memang sudah merupakan aturan pada Kraton bahwa putra- putra sultan tidak diperbolehkan bersekolah di sekolah yang sama dengan rakyat.
b.                   Fungsi Kraton pada masa kini adalah sebagai tempat wisata yang dapat dikunjungi oleh siapapun baik turis domestik maupun mancanegara. Selain sebagai tempat untuk berwisata, tidak terlupakan pula fungsi Kraton yang bertahan dari dulu sampai sekarang yaitu sebagai tempat tinggal Sultan.
Pada saat kita akan memasuki halaman kedua dari Kraton, terdapat gerbang dimana di depannya terdapat dua buah arca. Setiap arca ini memiliki arti yang berlawanan. Arca yang berada di sebelah kanan disebut Cingkorobolo yang melambangkan kebaikan, sementara itu arca yang terletak di sebelah kiri disebut Boloupotu yang melambangkan kejahatan. Selain itu kami juga mendapatkan sedikit informasi tentang Sultan Hamengku Buwono IX. Sultan ke IX dari Kraton Yogyakarta ini lahir pada tanggal 12 April 1940 dan wafat dalam usianya yang ke 48 yaitu pada tanggal 3 Oktober 1988. Ia memiliki berbagai macam hobi, diantaranya adalah menari, mendalang, memainkan wayang, dan yang terakhir memotret. Sultan ini memiliki suatu semboyan yang terkenal yaitu, “ Tahta untuk rakyat”.
Ø Manfaat Keraton Jogjakarta
Manfaat yang dimiliki Kraton Yogyakarta selain menjadi pusat tempat untuk pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta, juga sebagai tempat Cagar Budaya yang harus dilestarikan oleh semua orang khususnya warga Jogjakarta itu sendiri, karena Kraton Yogyakarta merupakan warisan kebudayaan Nasional yang masih bertahan dalam mempertahankan fungsinya hingga saat ini. Selain itu, Kraton Yogyakarta masih memiliki manfaat lain, yakni sebagai objek pariwisata yang dapat menambah ilmu bagi wisatawannya, menambah kekhasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan menambah jumlah pendapatan daerah DIY.[2]

E.     KERATON YOGYAKARTA SEBAGAI OBJEK WISATA BUDAYA
Keraton Yogyakarta sarat dengan nilai estetis atau keindahan budaya Jawanya yang khas. Di samping sebagai pusat budaya Jawa, Keraton Yogyakarta juga menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing.  Banyak sekali turis asing yang datang ke Keraton Yogyakarta mengingat bahwa Yogyakarta merupakan salah satu kota bersejarah di Indonesia dan tempat kediaman gubernurnya ada di Keraton Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta sebagai pusat budaya Jawa dan sekaligus sebagai Cultural Tourist Object,  dihadapkan pada tantangan yang semakin berat dan kompleks. Untuk itu, perbaikan dan pembenahan mutlak dilakukan supaya eksistensi sebagai pusat aktivitas, pengabdian, dan pengembangan budaya Jawa tetap terjaga. Salah satu pembenahan yang dilakukan Keraton adalah penataan internal menyangkut sumberdaya manusia. Pembenahan ini sebenarnya sudah dilakukan sejak lama yaitu pada saat Peringatan Naik Tahta ke-12 dan sampai sekarang masih tetap dilakukan. Semua itu dilakukan agar Keraton dapat memikat hati siapapun yang melihatnya dengan berbagai keindahan yang dimilikinya.
Upacara Adat “Grebeg” Di Kraton Yogyakarta
Upacara Adat Grebeg Keraton Yogyakarta merupakan upacara adat yang diadakan sebagai kewajiban sultan untuk menyebarkan dan melindungi agama Islam. Upacara yang lebih dikenal dengan nama grebeg ini pertama kali diadakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755—1792).
Nama grebeg sendiri berasal dari peristiwa miyos atau keluarnya sultan dari dalam istana bersama keluarga dan kerabatnya untuk memberikan gunungan kepada rakyatnya. Peristiwa keluarnya sultan dan keluarganya ini diibaratkan seperti suara tiupan angin yang cukup keras, sehingga menimbulkan bunyi grebeg... grebeg...grebeg...
Upacara Grebeg diadakan tiga kali dalam setahun, pada tanggal-tanggal yang berkaitan dengan hari besar agama Islam, yakni Grebeg Syawal, Grebeg Maulud, dan Grebeg Besar. Grebeg Syawal dilaksanakan sebagai bentuk ungkapan syukur dari keraton setelah melampaui bulan puasa, dan sekaligus untuk menyambut datangnya bulan Syawal. Grebeg Maulud diadakan untuk merayakan dan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan Grebeg Besar, diselenggarakan untuk merayakan Idul Adha yang terjadi dalam bulan Zulhijah, yang dalam kalender Jawa sering disebut sebagai bulan besar.
Upacara Grebeg ini dimulai dengan parade prajurit keraton. Di dalam Keraton Yogyakarta, terdapat sepuluh kelompok prajurit, yakni: Wirobrojo, Daheng, Patangpuluh, Jagakarya, Prawirotama, Ketanggung, Mantrijero, Nyutra, Bugis, dan Surakarsa. Satu per satu, delapan kelompok prajurit keluar dari Siti Hinggil melewati Pagelaran dan berhenti di Alun-alun Utara dengan formasi barisan khasnya. Masing-masing kelompok menggunakan pakaian kebesaran prajurit, membawa senjata khusus, panji-panji, seraya memainkan alat musik. Usai delapan kelompok prajurit keluar, barisan dilanjutkan dengan keluarnya Manggala Yudha (panglima keraton). Di akhir parade, gunungan dibawa keluar dari Siti Hinggil dengan diiringi oleh dua kelompok prajurit sisanya.
Gunungan merupakan tumpukan makanan yang menyerupai gunung, yang menjadi ciri khas dalam setiap Upacara Grebeg. Gunungan terdiri dari berbagai hasil bumi, dan merupakan simbol dari kemakmuran Keraton Yogyakarta, yang nantinya akan dibagikan kepada rakyatnya. Dalam perayaan grebeg, terdapat enam jenis gunungan, masing-masing memiliki bentuk yang berbeda dan terdiri dari jenis makanan yang berbeda pula. Gunungan dharat merupakan gunungan yang puncaknya berhamparkan kue besar berbentuk lempengan yang berwarna hitam dan di sekelilingnya ditancapi dengan ilat-ilatan, yaitu kue ketan yang berbentuk lidah. Gunungan gepak merupakan gunungan yang terdiri dari empat puluh buah keranjang yang berisi aneka ragam kue-kue kecil dengan lima macam warna, yaitu merah, biru, kuning, hijau, dan hitam. Gunungan kutug/bromo terdiri dari beraneka ragam kue-kue yang di bagian puncaknya diberi lubang, sehingga tampak sebuah anglo berisi bara yang membakar kemenyan.
Gunungan lanang pada bagian puncaknya ditancapi kue dari tepung beras yang disebut mustaka (kepala).
Gunungan ini terdiri dari rangkaian kacang panjang, cabe merah, telur itik, dan ketan. Gunungan wadon merupakan gunungan yang terdiri dari beraneka ragam kue-kue kecil dan juga kue ketan. Gunungan pawuhan merupakan gunungan yang bentuknya mirip dengan gunungan wadon, namun pada bagian puncaknya ditancapi bendera kecil berwarna putih.
Gunungan-gunungan ini kemudian dibawa menuju Alun-alun Utara. Saat itulah, prajurit keraton yang sudah berbaris di sana memberikan salvo (tembakan serentak sejumlah senapan), sebagai tanda penghormatan. Usai tanda penghormatan diberikan, dengan diiringi oleh seluruh prajurit, gunungan dibawa menuju Masjid Gedhe Kauman untuk didoakan oleh penghulu masjid. Setelah didoakan, gunungan diturunkan agar bisa diambil oleh pengunjung yang sudah menantikan kedatangannya di sekitar Masjid Gedhe Kauman. Begitu diturunkan, pengunjung segera berebut untuk mengambil makanan apapun yang disusun dalam gunungan. Mereka yang berebut makanan ini percaya bahwa makanan yang ada dalam gunungan tersebut dapat mendatangkan berkah dan kesejahteraan. Beberapa jenis makanan ada yang dipercaya jika ditanam di sawah ataupun di kebun dapat menyuburkan tanah, sehingga hasil panennya akan baik.
Keseluruhan Upacara Grebeg diadakan di tiga tempat berbeda, namun letaknya berdekatan. Upacara berawal di Pagelaran Keraton Yogyakarta, kemudian berjalan melewati Alun-alun Utara, dan berakhir di Masjid Gedhe Kauman. Semuanya terletak di Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, Indonesia.
Busana Kraton Yogyakarta
Busana atau pakaian adalah ekspresi budaya Pakaian dengan berbagai lambang simboliknya mencerminkan norma-norma dan nilai-nilai budaya masyarakat pemakainya. Demikian pula bagi masyarakat Jawa lebih-lebih kalangan kraton atau bangsawan. Secara keseluruhan penampilan busana yang megah dan mewah dalam suatu upacara ritual juga merupakan jaminan legitimasi power dari pemakainya Di sini terlihat bahwa penyajian busana adat kraton tidak dapat dipisahkan dari posisi dan kedudukan pemakainya. Oleh karena itu orang yang berderajat sama harus memperhitungkan jauh dekatnya hubungan dengan raja. Misalnya sama-sama putra raja yang satu lahir dari permaisuri satunya lahir dari garwa ampeyan (selir).
Beberapa corak kain tidak diijinkan dipergunakan oleh mereka yang tidak memiliki hubungan darah dengan raja. Bahkan ada yang khusus dirancang untuk pribadi sultan. Misal batik motif kawung dan motif huk pada masa Hamengku Buwana VII. Motif huk tergolong motif non geometris yang terdiri motif kerang (lambang dari air atau dunia bawah yang bermakna lapang hati), binatang, (gambaran watak sentosa dan pemberi kemakmuran) cakra, burung, sawat (ungkapan ketabahan hati) dan garuda. Oleh karena itu seorang pemimpin atau raja diharapkan berbudi luhur dapat memberi kemakmuran pada rakyat dan selalu tabah menjalankan roda pemerintahan.
Pada masa Hamenku Buwana VIII corak parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang. Tiga motif batik lain yang menjadi standar istana adalah coak semen (dari kata semi yang artinya tumbuh), sawat (pemakainya diharapkan memperoleh kemakmuran, kewibawaan dan perlindungan), udan riris/udan liris (artinya hujan gerimis, pengharapan agar selamat, sejahtera, tabah dan dapat menjalankan kewajiban dengan baik).
Secara garis besar busana sebagai atribut kebangsawanan dapat dibedakan menjadi dua golongan yakni busana untuk sehari-hari atau non formal dan busana untuk kegiatan formal atau resmi.
Busana resmi terbagi dua yaitu untuk upacara alit dan upacara ageng. Upacara alit misalnya tetesan (khitan untuk anak perempun), tarapan (haid pertama kali) dan tingalan dalem padintenan (peringatan penobatan raja berdasarkan perhitungan hari dan pasaran Jawa misal Selasa Kliwon). Upacara ageng misalnya supitan (khitan), perkawinan kerabat kraton, tingalan dalem tahunan, jumenengan dalem, Agustusan dan sedan (pemakaman jenazah raja).
Busana sehari-hari putri sultan yang masih kecil adalah sabukwala yang terdiri tiga macam yaitu sabukwala nyamping batik untuk busana sehari-hari dan upacara alit, sabukwala nyamping praos untuk resepsi tetesan yang bersamaan supitan dan sabukwala nyamping cindhe untuk upacara garebeg dan tetesan tidak bersamaan dengan supitan. Untuk putra laki-laki mengenakan busana kencongan, baju surjan, lonthong tritik, ikat pinggang berupa kamus songketan dengan cathok/timang dari suwasa (emas berkadar rendah).
Untuk putri sultan praremaja atau peralihan dari anak-anak ke remaja (biasanya berusia 11 sampai 14 tahun) mengenakan busana pinjungan.
Busana ini dikenakan dengan cara melipat ujung kain sebelah dalam dibentuk segitiga sebagai hiasan penutup dada. Busana pinjungan dibedakan menjadi pinjung harian, pinjung bepergian, pinjung upacara alit dan pinjung untuk upacara garebeg.
Untuk remaja dan dewasa dalam keseharian mengenakan busana semekanan (dari kata semekan berupa kain panjang dengan lebar separo dari lebar kain biasa berfungsi sebagai penutup dada). Untuk remaja atau putri yang belum menikah semekan polos tanpa tengahan tanpa hiasan kain sutra di tengahnya. Bagi yang sudah menikah semekan tritik dengan tengahan.
Bagi pria remaja atau dewasa dalam kesehariannya mengenakan baju surjan, kain batik dengan wiru di tengah, lonthong tritik, kamus songketan, timang, destar sebagai penutup kepala. Busana untuk upacara ageng adalah busana keprabon khusus untuk putra sultan. Jenis busana keprabon untuk pria terdiri dari busana dodotan, busana kanigaran dan busana kaprajuritan.
Berbagai ragam busana adat dengan perlengkapan-perlengkapannya tersebut ternyata tidak hanya sekedar untuk menunjukkan status kebangsawanan, kemegahan dan kemewahan tetapi juga mengandung makna simbolis. Misalnya sangsangan sungsun (kalung bersusun) merupakan perlambang tiga tingkatan kehidupan manusia dari lahir, menikah dan mati yang dihubungkan dengan konsepsi Jawa tentang alam baka, alam antara dan alam fana. Binggel kana (gelang) berbentuk melingkar tanpa ujung pangkal bermakna lambang keabadiaan, Bentuk gunungan (meru) pada pethat (sisir) melambangkan keagungan Tuhan dan harapan terciptanya kebahagiaan. Hiasan sanggul berupa ceplok dengan jenehan terdiri tiga warna merah, hijau dan kuning (biasa dikenakan untuk pengantin putri) merupakan lambang Trimurti, tiga dewa pemberi kehidupan.
Perlengkapan Kebesaran Kraton Yogyakarta
KK Ampilan sebenarnya merupakan satu set benda-benda penanda martabat Sultan. Benda-benda tersebut adalah Dampar Kencana (singgasana emas) berikutPancadan atau Amparan (tempat tumpuan kaki Sultan di muka singgasana) dan Dampar Cepuri (untuk meletakkan seperangkat sirih pinang di sebelah kanan singgasana Sultan);Panah (anak panah); Gendhewa (busur panah); PedangTameng (perisai); Elar Badhak(kipas dari bulu merak); Kereta Kencana Alquran (manuskrip Kitab Suci tulisan tangan);Sajadah (karpet/tikar ibadah); Songsong (payung kebesaran); dan beberapa Tombak.
Kereta Kencana Ampilan ini selalu berada di sekitar Sultan saat upacara resmi
kerajaan (royal ceremony) diselenggarakan. Berbeda dengan Upocoro, pusaka Ampilandibawa oleh sekelompok ibu-ibu atau nenek-nenek yang sudah sepuh.
Gamelan
Gamelan merupakan seperangkat ansambel tradisional Jawa. Orkestra ini memiliki tangga nada pentatonis dalam sistem skala slendro dan sistem skala pelog. Keraton Yogyakarta memiliki sekitar 18-19 set ansambel gamelan pusaka, 16 diantaranya digunakan sedangkan sisanya (KK Bremara dan KK Panji) dalam kondisi yang kurang baik. Setiap gamelan memiliki nama kehormatan sebagaimana sepantasnya pusaka yang sakral. Tiga buah gamelan dari berasal dari zaman sebelum Perjanjian Giyanti dan lima belas sisanya berasal dari zaman Kesultanan Yogyakarta. Tiga gamelan tersebut adalah gamelan mongganyang bernama KK Guntur Laut, gamelan kodhok ngorek yang bernama KK Maeso Ganggang, dan gamelan sekati yang bernama KKGuntur Madu. Ketiganya merupakan gamelan terkeramat dan hanya dimainkan/dibunyikan pada even-even tertentu saja.
Gamelan monggang KK Guntur Laut konon berasal dari zaman Majapahit. Gamelan yang dapat dikatakan paling sakral di Keraton ini merupakan sebuah ansambel sederhana yang terdiri dari tiga buah nada dalam sistem skala slendro. Pada zamannya gamelan ini hanya dimainkan dalam upacara kenegaraan yang sangat penting yaitu upacara pelantikan/pemahkotaan Sultan, mengiringi keberangkatan Sultan dari istana untuk menghadiri upacara penting, perayaan maleman (upacara pada malam tanggal 21,23,25, dan 29 bulan Ramadan), pernikahan kerajaan, upacara garebeg, dan upacara pemakaman Sultan. Gamelan ini memiliki nilai sejarah penting. Atas perkenan Sunan PB III, KK Guntur laut dimainkan saat penyambutan Sri Sultan Hamengkubuwono I pada penandatanganan Perjanjian Giyanti di tahun 1755.
Maeso Ganggang juga merupakan gamelan kuno yang konon juga berasal dari zaman Majapahit. Gamelan kodhok ngorek ini juga menggunakan sistem skala slendro. Gamelan ini didapatkan oleh Pangeran Mangkubumi dari Perjanjian Giyanti. Penggunaannya juga sangat sakral dan selalu dimainkan pada upacara kenegaraan seperti upacara pemahkotaan Sultan dan pernikahan kerajaan.
Gamelan nomor dua di Keraton ini juga dimainkan dalam peringatan ulang tahun Sultan, upacara sunatan putra Sultan, dan untuk megiringi prosesi Gunungan ke Masjid Besar. Gamelan sekati KK Guntur Madu dimainkan di Pagongan Kidul saat Upacara Sekaten, serta dalam upacara sunatan dan pernikahan Putra Mahkota. Konon gamelan ini berasal dari zaman Kesultanan Demak. Versi lain mengatakan alat musik ini buatan Sultan Agung saat memerintah kerajaan Mataram. Gamelan ini menjadi milik Kesultanan Yogyakarta setelah perjanjian Giyanti sementara pasangannya KK Guntur Sari menjadi milik Kesunanan Surakarta.
Agar gamelan sekati ini tetap berjumlah sepasang maka dibuatlah duplikatnya (jw. dipun putrani) dan diberi nama KK Naga Wilaga yang dibunyikan di Pagongan Utara. Kekhususan gamelan ini adalah bentuknya yang lebih besar dari gamelan umumnya dan instrumen kendhang (gendang) yang mencerminkan Hinduisme digantikan oleh bedugkecil (dianggap mencerminkan Islam).
KK Guntur Sari dipergunakan untuk mengiringi Beksan Lawung, sebuah tarian sakral, pada upacara pernikahan putra Sultan. KK Surak diperdengarkan untuk mengiringiuyon-uyon (lagu-lagu tradisional Jawa), taritarian, dan wayang kulit. Gamelan-gamelan ada yang berpasangan secara khusus antara lain KK Harja Nagara (dalam skala slendro) dengan KK Harja Mulya (dalam skala pelog) dan KK Madu Murti (dalam skala slendro) dengan KK Madu Kusumo (dalam skala pelog).
Kereta kuda
Pada zamannya kereta kuda merupakan alat transportasi penting bagi masyarakat tak terkecuali Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta memiliki bermacam kereta kuda mulai dari kereta untuk bersantai dalam acara non formal sampai kereta kebesaran yang digunakan secara resmi oleh raja. Kereta kebesaran tersebut sebanding dengan mobil berplat nopol Indonesia 1 atau Indonesia 2 (mobil resmi presiden dan wakil presiden Indonesia). Kebanyakan kereta kuda adalah buatan Eropa terutama Negeri Belanda walaupun ada beberapa yang dibuat di Roto Wijayan (misal KK Jetayu).
Jimat merupakan kereta kebesaran Sultan Hamengku Buono I sampai dengan Sultan HB IV. Kereta kuda ini merupakan pemberian Gubernur Jenderal Jacob Mossel.KK Garudho Yakso merupakan kereta kebesaran Sultan Hamengku Buono I VI sampai Hamengku Buono I X (walaupun dalam kenyataannya Sultan Hamengku Buono I IX dan Hamengku Buono I X sudah menggunakan mobil).
Kereta kuda buatan Den Haag tahun 1861 ini terakhir kali digunakan pada tahun 1989, saat prosesi Kirab Jumenengan Dalem (perarakan pemahkotaan raja). KK Wimono Putro adalah kereta yang digunakan oleh Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota). KK Jetayu merupakan kendaraan yang digunakan Sultan untuk menghadiri acara semi resmi. KK Roto Praloyo merupakan kereta jenazah yang hanya digunakan untuk membawa jenazah Sultan.
Karena konon kereta ini baru digunakan dua kali yaitu pada saat pemakaman Sultan Hamengku Buono I VIII dan Hamengku Buono I IX. K Harsunaba adalah kendaraan yang digunakan dalam resepsi pernikahan, sementara K JongwiyatK Manik RetnoK Jaladara dan K Mondro Juwolo kadang-kadang digunakan oleh Pangeran Diponegoro. Selain itu juga terdapat kereta, K Noto PuroK Roto BiruK Kutho KaharjoK Puspo ManikRejo PawokoLandowerLandower SurabayaLandower WismanKus Gading,Kus nomor 10, dan lain-lain dan masing-masing kereta tersebut memiliki kegunaan sendiri-sendiri.[3]








[1] Keraton%20Yogyakarta%20%20%20Istana%20Budaya%20dan%20Keindahan%20Jawa%20%20%20coretanpetualang's%20Blog.htm
[2] Sejarah%20keraton%20yogyakarta%20~%20Sepengetahuanku.htm
[3] everything%20in%20blogosphere%20%20Keraton%20Yogyakarta.htm

Minggu, 27 Desember 2015

latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah

LATAR BELAKANG PERLUNYA BIMBINGAN KONSELING DI SEKOLAH
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Bimbingan dan Penyuluhan
logo.jpg
 








Disusun oleh:
Kelompok 10/TB. A
1.          Dewi Muniroh                         (210313021)
2.          Linda Choirun Nisa’                (210313004)
3.          Rizkiya Amalia S.                    (210313031)
Dosen Pengampu:
Lisa Devi

JURUSAN TARBIYAH
PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR  BELAKANG
Seiring perkembangan zaman problematika peserta didik di sekolah semakin beragam. Jalan pikiran mereka menjadi terbagi dengan masalah diluar sekolah dan di dalam sekolah. Suatu tindak layanan sekolah pada peserta didik dengan bimbingan konseling yang mengarahkan para peserta didik untuk mengetahui bakat dan potensi dalam diri mereka.
Bimbingan konseling biasanya berbicara mengenai aspek psikologis, ini akan sangat penting jika ada banyak gangguan psikis pada peserta didik yang biasanya tertekan masalah dan tidak mampu menangkap pelajaran dengan baik. Bimbingan konseling juga sangat penting posisinya untuk membimbing siswa untuk memotivasi diri bahwa mereka adalah suatu pribadi yang unik dan mampu bersaing.
Perlunya bimbingan konseling dapat berfungsi sebagai pemantau masalah-masalah siswa yang berkaitan tentang masalah kelainan tingkah laku dan adaptasi. Sulitnya salah satu siswa untuk bergaul dan cenderung mengasingkan diri dari teman-temannya memiliki akar permasalahan yang biasanya beruntun.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian bimbingan dan konseling?
2.      Bagaimanakah latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian bimbingan dan konseling
Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata “ guidance”. Kata   “guidance”  yang kata dasarnya “guide” memiliki arti memberikan petunjuk. Istilah “guidance” juga diterjemahkan dengan arti bantuan atau tuntunan. Ada juga yang menerjemahkan kata “guidance” dengan arti pertolongan. Berdasarkan arti ini, secara etimologis, bimbingan berarti bantuan atau tuntunan atau pertolongan, tidak semua bantuan, tuntunan berarti konteksnya bimbingan.Konseling (counseling) merupakan bagian integral dari bimbingan. Konseling  juga salah satuteknik dalam bimbingan. Istilah konseling yang diadopsi dari bahasa Inggris “counseling” di dalam kamus artinya dikaitkan dengan kata “counsel” memiliki beberapa arti, yaitu nasihat, anjuran, dan pembicaraan. Berdasarkan arti tersebut, konseling secara etimologis berarti pember dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.

B.         Latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah
Bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang bersumber pada kehidupan manusia. Manusia di dalam kehidupannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang silih berganti. Persoalan yang satu dapat diatasi, persoalan yang lain muncul, demikian seterusnya. Manusia tidak sama satu dengan yang lain, baik dalam sifat maupun kemampuannya. Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya. Karena dengan mengenal dirinya sendiri, mereka akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada pada dirinya. Adapun latar belakang perlunya Bimbingan Konseling dapat dibedakan menjadi beberapa faktor diantaranya : [1]
1.    Latar Belakang Pendidikan
Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah, pendidikan diartikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung di sekolah maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Sedangkan tujuan pendidikan sebagaimana dikemukakan dalam GBHN adalah: “Untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa”. Dan pengertian dan tujuan di atas, jelas bahwa yang menjadi tujuan inti dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dan setiap anak didik sebagai pribadi. Dengan demikian setiap kegiatan proses pendidikan diarahkan kepada tercapainya pribadi-pribadi yang berkembang optimal sesuai dengan potensi masing-masing.
Untuk menuju tercapainya pribadi yang berkembang, maka kegiatan pendidikan hendaknya bersifat menyeluruh yang tidak hanya berupa kegiatan instruksional (pengajaran), akan tetapi meliputi kegiatan yang menjamin bahwa setiap anak didik secara pribadi mendapat layanan sehingga akhirnya dapat berkembang secara optimal. Kegiatan pendidikan yang diinginkan seperti tersebut di atas, adalah kegiatan pendidikan yang ditandai dengan pengadministrasian yang baik, kurikulum beserta proses belajar mengajar yang memadai, dan layanan pribadi kepada anak didik melalui bimbingan.[2]
Ada tiga hal pokok yang menjadi latar belakang perlunya bimbingan dan konseling dilihat dari segi pendidikan.
a.         Pertama adalah dilihat dan hakikat pendidikan sebagai suatu usaha sadar dalam mengembangkan kepribadian. Hal ini mengandung implikasi bahwa proses pendidikan menuntut adanya pendekatan yang lebih luas dari pada sekedar pengajaran. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan pribadi melalui layanan bimbingan dan konseling.
b.         Kedua, pendidikan senantiasa berkembang secara dinamis dan karenanya selalu terjadi perubahan perubahan dan penyesuaian dalam komponen-komponennya. Menghadapi perkembangan ini para siswa sebagai subjek didik memerlukan bantuan dalam penyesuaian diri melalui layanan bimbingan.
c.         Ketiga pada hakikatnya guru mempunyai peranan yang tidak hanya sebagai pengajar,tetapi lebih luas dari itu, yaitu sebagai pendidik. Sebagai pendidik, maka guru seyogyanya dapat menggunakan pendekatan pribadi dalam mendidik para siswanya. Pendekatan pribadi ini diwujudkan melalui layanan bimbingan.
2.    Latar belakang sosio kultural
Pada faktor sosio kultural, timbul semacam kesadaran tentang kemungkinan besarnya pengaruh perubahan-perubahan dan masalah-masalah yang timbul sebagai akibat dari perkembangan zaman dan kemajuan masyarakat terhadap produk suatu lembaga pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dipandang telah menimbulkan perubahan dalam berbagai segi kehidupan seperti segi sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Perkembangan berbagai lapangan kerja, masalah pengangguran dan lainya merupakan dampak dari masalah perkembangan teknologi yang pesat.
Tidak semua individu dapat berhasil mengatasi masalah-masalah yang timbul. Peserta didik harus dipersiapkan untuk mengatasi tantangan yang timbul dan masalah-masalah yang dihadapi kelak setelah selesai dari program pendidikan yang ditempuh. Lembaga pendidikan dipandang tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan  zaman dan kehidupan masyarakat yang dinamis, ia seharusnya mempunyai tanggung jawab untuk membantu peserta didik agar berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan masyarakat. Layanan bimbingan dan konseling akan membantu para peserta didik melalui bimbingan karir, penelusuran minat dan bakat untuk mempersiapkan diri agar peserta didik merasa siap untuk terjun kelapangan pekerjaan dan masyarakat setelah mereka menyelesaikan studinya.[3]
3.    Latar Belakang Agama
Setiap individu merupakan makhluk Tuhan yang pada dasarnya sama memiliki fitrah sebagai khalifah dan hamba-Nya. Dalam kategori ini pun, sangat diperlukan sekali bimbingan terhadap setiap tantangan dimensi spiritualitas individu, seperti: dekadensi moral, budaya hedonistik, dan penyakit hati. Bimbingan dalam hal ini diperuntukan agar setiap individu mampu memandang setiap tantangan kearah positif bukan malah terjerumus kearah negative, sehingga kehidupan dapat dijalani sesuai dengan kaidah-kaidah agama.
Dalamlandasan agama, bimbingan dan konseling diperlukan penekanan pada 3 halpokok:                       
a.       Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam adalah mahluk Tuhan
b.      Sikap yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan sesuai dengan kaidah-kaidah  agama.
c.       Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu.
Landasan religius bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling. Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling.[4]
4.    Latar belakang iptek
Di era ini ilmu pengetahuan, informasi dan teknologi berkembang sangat pesat. Oleh karena itu, diperlukannya Bimbingan dan Konseling, agar individu dapat mengetahui dampak positif dan negatifnya dari perkembangan tersebut. Lewat Bimbingan dan Konseling, individu diarahkan kepada dampak positif dari IPTEK yang lebih ditujukan pada penerapan teknologi yang harus dimilliki dan dikuasai karena semakin kompleksnya jenis-jenis dan syarat pekerjaan serta persaingan antar individu. Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, timbul dua masalah penting yang menyebabakan
kerumitan struktur dan keadaan masyarakat ialah:
1.        Penggantian sebagian besar tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik, dan hal ini mau tidak mau menyebabkan pengangguran.
2.        Bertambahnya jenis-jenis pekerjaan dan jabatan baru yang menghendaki keahlian khusus dan memerlukan pendidikan khusus pula bagi orang-orang yang hendak menjabatnya.[5]
5.    Latar Belakang Psikologi
Perlunya BK berdasarkan aspek psikologi bimbingan dan koseling sangat perlu sekali kerena pada dasarnya dapat memberikan penjelasan bahwa individu merupakan pribadi yang unik seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosional, soiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri, individu tidak sama dan pasti individu memiliki perbedaan, dapat memebrikan pemahaman tentang tingkah laku individu seiring perkembangannya yang selalu berubah sesuai dengan tugas perkembangannya kearah kematangan, tungkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi, serta dapat membrikan pemahaman tentang masalah-masalah psikologis. Masalah psikologis merupakan latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.
a.        Masalah Perkembangan Individu
1.      Hasil proses belajar tergantung pada tingkat kematangan yang telah dicapai.
2.      Tempo perkembangan berlangsung cepat pada tahun- tahun permulaan.
3.      Setiap individu memiliki tempo perkembangan masing-masing.
4.      Perkembangan individu mengikuti pola umum Faktor pembawaan dan lingkungan sama pengaruhnya terhadap proses perkembangan individu.
5.      Masalah perbedaan individu di sekolah siswa dibentuk oleh lingkungan guru dan materi pelajaran yang yang sama, akan tetapi hasilnya berbeda, ada siswa yang cepat, lambat, ada yang cerdas, dan malas dalam belajar.
Kenyataan ini menunjukkan pelayanan bimbingan dan konseling diperlukan, mengingat bahwa yang menjadi tujuan pendidikan adalah perkembangan yang optimal dari setiap murid, maka masalah perbedaan individu perlu mendapatkan perhatian dalam pelayanan pendidikan di sekolah.
b.        Faktor Perbedaan Individu
Keunikan individu berati tidak ada dua orang individu yang sama persis di dalam aspek-aspek pribadinya, baik aspek jasmaniyah maupun aspek rohaniyah. Individu yang satu berbeda dengan individu yang lainnya. Kenyataan ini akan membawa konsekwensi bagi pelayanan pendidikan, khususnya yang menyangkut bahan pelajaran, metode mengajar, alat pelajaran, penilaian, dan pelayanan lain. Di samping itu, perbedaan-perbedaan ini sering kali banyak menimbulkan masalah baik bagi siswa itu sendiri maupun bagi lingkungan. Siswa akan menghadapi kesulitan dalam penyesuaian diri antara keunikan dirinya dengan tuntutan dalam lingkungannya.
Beberapa segi perbedaan individual yang perlu mendapat perhatian ialah perbedaan dalam: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola dan tempo perkembangan, ciri-ciri jasmani, dan latar belakang lingkungan.
c.         Masalah Kebutuhan Individu
Kebutuhan merupakan dasar timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan ini sifatnya mendasar bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kebutuhannya, maka dia akan merasa puas, dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kebutuhannya, maka dia akan merasa puas, dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi dirinya maupun bagi lingkungan.
Sekolah hendaknya menyadari, baik dalam mengenal kebutuhan-kebutuhan pada diri siswa, maupun dalam memberikan bantuan yang sebaik-baiknya dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut.Seperti telah dikatakan di atas, kegagalan dalam memenuhi kebutuhan ini akan banyak menimbulkan masalah-masalah bagi dirinya. Pada umumnya secara psikologis dikenal ada dua jenis kebutuhan dalam diri individu yaitu kebutuhan biologis dan kebutuhan sosial/psikologis. Beberapa diantara kebutuhan-kebutuhan yang harus kita perhatikan ialah kebutuhan:
  1. Memperoleh kasih sayang                  
  2. Memperoleh harga diri
  3. Untuk memperoleh pengharapan yang sama
  4. Ingin dikenal
  5. Memperoleh prestasi dan posisi
  6. Untuk dibutuhkan orang lain                         
  7. Merasa bagian dari kelompok
  8. Rasa aman dan perlindungan diri                  
  9. Untuk memperoleh kemerdekaan diri
d.        Masalah Penyesuaian Diri Dan Kelainan Tingkah Laku
Kegiatan atau tingkah laku pada hakikatnya merupakan cara pemenuhan kebutuhan.Banyak cara yang ditempuh individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik cara-cara yang wajar maupun yang tidak wajar, cara-cara yang disadari maupun yang tidak disadari. Yang penting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini, individuharus dapat menyesuaikan antara kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan, disebut sebagai proses penyesuaian diri. Individu harus menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan baik lingkungan sekolah, rumah maupun masyarakat.
Dalam hal ini sekolah hendaknya memberikan bantuan agar setiap siswa dapat menyesuaikan diri dengan baik dan terhindar dan timbulnya gejala gejala tidak sesuai. Sekolah hendaknya menempatkan diri sebagai suatu lingkungan yang memberikan kemudahan-kemudahan untuk tercapainya penyesuaian yang baik.
Kenyataan kelainan tingkah laku ini sering tampak seperti tingkah laku agresif, rasa rendah diri, bersifat bandel, haus perhatian, mencuri dan sebagainya. Gejala-gejala semacam itu seringkali banyak menimbulkan berbagai masalah.
e.         Masalah Belajar
Secara psikologis belajar dapat diartikan sebagai suatu proses memperoleh perubahan tingkah laku untuk memperoleh pola-pola respons yang baru yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien.  Beberapa masalah belajar Bagi siswa sendiri misalnya:
1.    Pengaturan waktu belajar
2.    Memilih cara belajar
3.    Menggunakan buku-buku pelajaran
4.    Belajar berkelompok
5.    Mempersiapkan ujian, memilih mata kuliah yang cocok, dsb




BAB III
KESIMPULAN
·         Pengertian bimbingan konseling
·         Latar belakang perlunya bimbingan dan konseling di sekolah
1.      Latar Belakang Pendidikan. Ada tiga hal pokok yang menjadi latar belakang perlunya bimbingan dan konseling dilihat dari segi pendidikan.
a.       dilihat dan hakikat pendidikan sebagai suatu usaha sadar dalam mengembangkan kepribadian
b.      pendidikan senantiasa berkembang secara dinamis
c.       pada hakikatnya guru mempunyai peranan yang tidak hanya sebagai pengajar,tetapi lebih luas dari itu, yaitu sebagai pendidik.
2.      Latar belakang sosio kultural.
3.      Latar Belakang Agama
4.      Latar belakang iptek
5.      Latar Belakang Psikologi. Adapun Masalah psikologis yang melatar belakangi perlunya bimbingan dan konseling di sekolah:






DAFTAR PUSTAKA
Mujib. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolah.http://wikipendidikan.blogspot.co.id/2014/12/latar-belakang-perlunya-bimbingan-dan.html. Diakses 15 Oktober pukul 11.55.

Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta : PT Grasindo. 1991.

A,Hallen.Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers. 2002

Saragih, Lailan Sakinah.Latar Belakang Perlunya Bimbingan Konseling Di SekolahMakalahBimbinganKonseling.  http://lailansakinah.blogspot.co.id/2015/03/latar-belakang-perlunya-bimbingan.html, Diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 13.00.




[1]Mujib, Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolahhttp://wikipendidikan.blogspot.co.id/2014/12/latar-belakang-perlunya-bimbingan-dan.html. Diakses 15 Oktober pukul 11.55.
[2]W.S Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan  (Jakarta : PT Grasindo,1991) 112.
[3]Hallen A, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 28-30.
[4]Lailan Sakinah Saragih, Latar Belakang Perlunya Bimbingan Konseling Di Sekolah (Makalah Bimbingan Konseling)http://lailansakinah.blogspot.co.id/2015/03/latar-belakang-perlunya-bimbingan.html, Diakses pada 15 Oktober 2015 pukul 13.00.
[5]Mujib, Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling di Sekolahhttp://wikipendidikan.blogspot.co.id/2014/12/latar-belakang-perlunya-bimbingan-dan.html. Diakses 15 Oktober pukul 11.55