Minggu, 29 November 2015

Etika Terhadap Tamu

ETIKA TERHADAP TAMU
A.    Hadits
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي شُرَيْحٍ الْكَعْبِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَلَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ مِثْلَهُ وَزَادَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ[1]
Artinya:
Dari Sa’id bin Abi Sa’id Al Maqburi, dari Abu Syuraih Al Ka’bi, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tamunya, (memberikan) hadiahnya satu hari satu malam. Melayani tamu itu selama tiga hari, dan sesudah itu adalah sedekah. Tidak halal baginya untuk tinggal lama hingga memberatkannya.” (HR. Bukhari).[2]

D.    Kandungan Hadits
Hadits Abu Syuraih, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah memuliakan tamunya.” Adapun pada jalur kedua disebutkan, “Ismail menceritakan kepada kami, Malik memberitakan kepada kami, sama sepertinya”, yakni melalui sanad yang sama.
أَوْ لِيَصْمُتْ (atau diam). Imam An-Nawawi melafalkannya dengan tanda dhammah pada huruf mim. Ath-Thufi berkata, “Kami mendengarkannya dengan tanda kasrah pada huruf mim dan ia sesuai qiyas seperti kata dharaba-yadhribu. Terjadi kemusykilan sehubungan pilihan pada kalimat, “Hendaklah mengatakan yang baik atau diam”, karena perkara mubah bila pada salah satu dari dua bagian itu, maka konsekunsinya diperintahkan sehingga menjadi wajib, atau dilarang sehingga menjadi haram.” Namun, hal ini dijawab bahwa kata perintah pada kalimat ‘hendaklah mengatakan dan hendaklah diam’ adalah pemberian izin secara mutlak, mencakup yang mubah dan lainnya. Namun, benar bahwa konsekuensinya perkara mubah adalah bagus karena masuk dalam ‘kebaikan’. Makna hadits tersebut adalah jika seseorang akan berbicara hendaklah memikirkan terlebih dahulu. Jika dia mengetahui bahwa pembicaraanya tidak mengandung kerusakan dan tidak tidak menyebabkan hal-hal yang haram maupun makruh, maka dia boleh berbicara. Apabila pembicaraannya mengandung hal-hal yang mubah, maka sebaiknya diam agar tidak menyeret kepada hal-hal yang haram atau makruh.
Hadits Uqbah bin Amir, “Kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, sungguh engkau mengutus kami dan kami singgah di suatu kaum yang tidak menjamu kami.” Penjelasannya sudah dipaparkan pada pembahasan tentang perbuatan aniaya.
جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ (Hadiahnya satu hari satu malam). As-Suhaili berkata, “Kata جَائِزَتُه diriwayatkan dengan tanda dhammah pada huruf ta’ sebagai subjek kalimat. Tetapi diriwayatkannya dengan pula dengan tanda fathah sebagai badal (kalimat pengganti), maksudnya “Memuliakan hadiahnya satu hari satu malam.”
صَدَقَةٌ (menjamu tamu adalah tiga hari, maka sesudahnya itu adalah sedekah). Ibnu Baththal berkata: di memuliakannya dan melayaninya satu hari satu malam, dan tiga hari adalah menjamu tamu.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, terjadi perbedaan apakah tiga hari itu tidak masuk hari pertama atau termasuk? Abu Ubaid berkata, “Hendaklah seseorang menanggung hari pertama bagi tamu dengan jamuan yang terbaik. Sedangkan menanggung hari pertama bagi tamu dengan jamuan yang terbaik. Sedangkan pada hari kedua dan ketiga dihidangkan kepada tamu makanan yang ada dan tidak dilebihkan dari kebiasaan tuan rumah. Kemudian tuan rumah memberikan kepada tamu bekal yang bisa digunakan seorang musafir selama satu hari satu malam. Pemberian inilah yang disebut ‘al-jiizah’. Ia adalah sekedar yang bisa dimanfaatkan seorang musafir dari satu persinggahan kepada persinggahan berikutnya.
Al Kaththabi berkata, “Maknanya, apabila ada tamu yang singgah, hendakllah tuan rumah melayaninya dan memberikan pelayanan lebih dari yang biasanya selama satu thari satu malam, dan pada dua hari berikutnya dihidangkan apa yang ada sesuai kebiasaan sehari-harinya. Apabila barlalu tiga hari, maka tuan rumah telah menuanaikan hak tamunya dan apa yang diberikan kepada tamunya adalah sedekah.
Dalam riwayat Abdul Hamid bin Ja’far, dari Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Syuraih, yang dikutip Imam Ahmad dan Muslim disebutkan (Menjamu tamu adalah tiga hari dan hadiahnya satu hari satu malam). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dan di dukung pernyataan Abu Ubaid. Ath-Thaibi menjawab bahwa ia adalah kalimat baru untuk menjelaskan kalimat yang pertama. Seakan-akan disebutkan, “Bagaimana memuliakannya?” Beliau menjawab, “Hadiahnya...” bahwa dalam kalimat ini ada kata yang tidak disebutkan secara redaksional, yaitu masa hadiahnya. Maksudnya, berbuat baik dan menjamunya adalah satu hari satu malam. Oleh karena itu, riwayat ini dipahami untuk hari terakhir sekedar bekal musafir untuk menempuh perjalanan satu hari satu malam. Hal itu untuk mengamalkan kedua riwayat tersebut.
وَالضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ فَمَا بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ (menjamu tamu adalah tiga hari, maka sesudahnya itu adalah sedekah). Ibnu Baththal berkata: di memuliakannya dan melayaninya satu hari satu malam, dan tiga hari adalah menjamu tamu.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, terjadi perbedaan apakah tiga hari itu tidak masuk hari pertama atau termasuk? Abu Ubaid berkata, “Hendaklah seseorang menanggung hari pertama bagi tamu dengan jamuan yang terbaik. Sedangkan menanggung hari pertama bagi tamu dengan jamuan yang terbaik. Sedangkan pada hari kedua dan ketiga dihidangkan kepada tamu makanan yang ada dan tidak dilebihkan dari kebiasaan tuan rumah. Kemudian tuan rumah memberikan kepada tamu bekal yang bisa digunakan seorang musafir selama satu hari satu malam. Pemberian inilah yang disebut ‘al-jiizah’. Ia adalah sekedar yang bisa dimanfaatkan seorang musafir dari satu persinggahan kepada persinggahan berikutnya.
Al Kaththabi berkata, “Maknanya, apabila ada tamu yang singgah, hendakllah tuan rumah melayaninya dan memberikan pelayanan lebih dari yang biasanya selama satu thari satu malam, dan pada dua hari berikutnya dihidangkan apa yang ada sesuai kebiasaan sehari-harinya. Apabila barlalu tiga hari, maka tuan rumah telah menuanaikan hak tamunya dan apa yang diberikan kepada tamunya adalah sedekah.
Dalam riwayat Abdul Hamid bin Ja’far, dari Sa’id Al-Maqburi, dari Abu Syuraih, yang dikutip Imam Ahmad dan Muslim disebutkan (Menjamu tamu adalah tiga hari dan hadiahnya satu hari satu malam). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dan di dukung pernyataan Abu Ubaid. Ath-Thaibi menjawab bahwa ia adalah kalimat baru untuk menjelaskan kalimat yang pertama. Seakan-akan disebutkan, “Bagaimana memuliakannya?” Beliau menjawab, “Hadiahnya...” bahwa dalam kalimat ini ada kata yang tidak disebutkan secara redaksional, yaitu masa hadiahnya. Maksudnya, berbuat baik dan menjamunya adalah satu hari satu malam. Oleh karena itu, riwayat ini dipahami untuk hari terakhir sekedar bekal musafir untuk menempuh perjalanan satu hari satu malam. Hal itu untuk mengamalkan kedua riwayat tersebut.
Mungkin juga maksud kata hadiahnya untuk menjelaskan keadaan yang lain, yaitu bahwa seorang musafir terkadang tinggal di tempat yang disinggahinya. Keadaan seperti ini tidak dilebihkan dari tiga hari. Terkadang pula dia tidak tinggak, maka disiapkan bekal yang cukup untuk satu hari satu malam. Barangkali ini merupakan pemahaman yang paling netral.
Penetapan setelah tiga hari dianggap sedekah dijadikan dalil bahwa yang sebelumnya hukumnya wajib, karena maksud menyebutkan sebagai sedekah adalah untuk membuat jiwa meninggalkannya, sebab banyak diantara manusia khususnya orang kaya merasa enggan makan sedekah. Adapun alasan mereka yang tidak mewajibkan menjamu tamu sudah dipaparkan ketika membahas hadits Uqbah. Ibnu Baththal berhujjah untuk menguatkan pandangan yang tidak mewajibkan dengan kata “hadiahnya.” Dia berkata, “Hadiah adalah kemurahan dan kebaikan yang tidak wajib.” Namun hal ini dianggap bahwa makna ‘hadiah’ pada hadits Abu Syuraih tidak seperti pengertian yang biasa dikenal, yaitu apa yang diberikan kepada seorang penyair dan utusan. Dalam kitab Al Awa’il disebutkan bahwa orang pertama yang menamai hal itu sebagai ‘hadiah’ adalah salah satu pemimpin dari kalangan tabi’in. Maksud ‘hadiah’ dalam hadits adalah memberikan kepada seseorang apa yang mencukupinya sehingga tidak butuh yang lain.[3]
Ayat yang mendukung Etika Terhadap Tamu yaitu QS. Dzariyat: 24-28 dan QS. Hud: 78.
هَلْ اَتاَ ك حَدِيْثُ ضَيْفَ اِبْرَهِيْمَ اْلُمُكْرَمِيْن(24) اِذَدَخَلُوْا عَلَيْهِ فَقَلُوْا سَلَامًا قَاَلَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُوْنَ(25) فَرَا غَ اِلَى اَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمينٍ(26)فَقَرَبَّهُ اِلَيْهِمْ قَالَ اَلَا َتَاءْ كُلُوْ نَ (27) فَاَوْجَسَ مِنْهم خيفة قلوا لاتخف وبشروه بغلام عليم(28)
Artinya: “Apakah telah sampai kepadamu  kisah tamu Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka masuk kepadanya lalu mereka mengucapkan “Salam(an)”. Dia menjawab: “Salam(un)”. (Mereka) adalah kaum yang tidak dikenal. Maka dia pergi diam-diam kepada keluarganya lalu dia datang membawa daging anak sapi yang gemuk lalu didekatkannya kepada mereka. Dia berkata: “Tidakkah kamu akan makan?” Maka dia menyembunyikan rasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: “Janganlah takut”, dan mereka menyampaikan kabar gembira kepadanya dengan seorang anak yang alim.” (QS. Adz-Dzariyat: 24-28).
Kandungan ayat diatas menjelaskan perlakuan Allah kepada salah seorang tokoh Al-Muhsinin yaitu Nabi Ibrahim as dan betapa beliau memperoleh anugerah-Nya dengan cara yang sungguh berbeda dengan kebiasaan selama ini dikenal oleh manusia. Kisah Nabi Ibrahim as itu disampaikan dengan gaya bertanya yang bertujuan menarik perhatian mitra bicara untuk menyadari betapa hebat peristiwa yang akan diuraikan. Kisah tamu terhormat Nabi Ibrahim yang merupakan malaikat-malaikat yang dimuliakan Allah swt. Para malaikat itu masuk ke rumah Nabi Ibrahim lalu mereka mengucapkan: “Salam(an)”. Nabi Ibrahim berkata dalam hatinya ketika melihat keadaan para tetamu itu tidak  sebagaimana biasanya para tamu: mereka adalah kaum yakni orang-orang yang tidak dikenal.[4] Tampaklah dengan jelas kemurahan Ibrahim, kedermawanannya dan kerelaannya pada kekayaan. Begitu tamunya masuk mengucapakan salam, lalu ia menjawab salam mereka sedang ia merasa ganjal tidak mengetahui mereka. Begitu ia menerima salam dan menjawabnya, Ibrahim langsung menemui istrinya agar menyiapkan makanan untuk mereka. Kemudian ia datang dengan membawa makanan yang banyak hingga cukupnuntuk sepuluh orang.
Artinya: “Dan datanglah kaum Nabi Luth dengan tergesa-gesa, sedang mereka sejak dahulu memang ahli maksiat. Luth berkata: “Hai kaumku, itulah anak-anak perempuanku. Mereka itu lebih suci bagi kalian. Maka takutlah kepada Allah dan kalian jangan menyusahkan aku tamu-tamuku. Tidaklah ada diantara kalian seseorang yang sehat akalnya”. (QS. Hud: 78)
Kandungan dari ayat Al-Qur’an yang mendukung tersebut diantaranya tanda bersemayannya keimanan yang sempurna di dada seseorang ialah dimilikinya akhlak karimah dalam perbuatan maupun ucapan seperti menghormati tamu, silaturahim dan berkata yang baik.[5]






DAFTAR PUSTAKA
A. Madjid Hasyim, Husain, Syarah Riyadhush Shalihin 3, (Surabaya: Bina Ilmu, 2006).
Al-Asqalani, Ibnu hajar, Fathul Bari, Terj. Amiruddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008).
Bukhari, Muhammad bin Ismail, Shahih bukhari, (Beirut: Dar al-Fikri, 1995 M/ 1415 H).
Shihab, Muhammad Quraish, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (





[1] Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya, Kitab al-Adab, Bab Ikromi adh-dhifi wakhidmatihi iyyahu binafsihi waqoulihi (Beirut: Dar al-Fikri, 1995 M/ 1415 H),hal. 82.
[2] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Terj. Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jld. 29, hal. 437.
[3] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Terj. Amiruddin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), jld. 29, hal. 439-444.
[4] Muhammad Quraish Shihab, Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Bandung: Lentera Hati), hal. 38
[5] Husaini A. Madjid Hasyim, Syarah Riyadhush Shalihin 3 (Surabaya: Bina Ilmu, 2006), hal. 63.

Senin, 23 November 2015

Analisis Data Inferensi

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dengan statistika inferensial, seseorang mencoba untuk menyimpulkan sesuatu melebihi apa yang ditunjukkan data itu sendiri. Misalnya, seseorang menggunakan statistika inferensial untuk mencoba menyimpulkan dari data sampel apa yang mungkin dipikirkan oleh populasi. Atau seseorang menggunakan statistika inferensial untuk membuat keputusan terhadap kemungkinan atau probalitas bahwa perbedaan observasi diantara grup adalah bergantung pada sesuatu hal yang mungkin terjadi secara kebetulan dalam sebuah studi. Jadi, seseorang menggunakan statistika inferensial untuk membuat kesimpulan dari data menuju kondisi yang lebih baik.
B.      Rumusan Masalah
      1. Apa pengertian Analisis Data Inferensi ?
      2. Apa saja jenis-jenis Analisis Data Inferensi ?
      3. Bagaimana cara membaca Analisis Data Inferensi ?






BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Analisis Data Inferensi.
Statistika berasal dari bahasa latin “status”, dalam bahasa inggris “state” artinya kesatuan politik (berkaitan dengan suatu negara).[1]
Inferensial atau simpulan adalah bagian utama dari analisis isi. Pengetahuan tentang konteks data sangat mempengaruhi keberhasilan dalam membuat inferensi. Maka peneliti mesti menguasai dengan baik konteks data yang menjadi objek penelitian.[2]
Inferensial adalah ilmu pengetahuan statistik yang bertugas mempelajari tata cara penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan populasi berdasarkan data hasil penelitian pada sampael (bagian dari populasi).[3]
Teknik analisis data inferensial dilakukan dengan statistika inferensial, yaitu statistika yang digunakan untuk menganalisis data dengan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Ciri analisis data inferensial adalah digunakannya rumus statistika tertentu ( uji t, uji F dan lain sebagainya). Hasil dari perhitungan rumus statistika inilah yang menjadi dasar pembuatan generalisasi dari sampel bagi populasi. Dengan demikian, statistika inferensialberfungsi untuk menggeneralisasikan sampel bagi populasi. Sesuai dengan fungsi tersebut maka statistika inferensial lebih cocok untuk penelitian sampel. Rumus pada statistika inferensial juga dapat diterapkan pada penelitian populasi hanya saja kesimpulannya tidak membutuhkan generalisasi atau penarikan kesimpulan bersifat umum, karena seluruh anggota dilibatkan dalam penelitian.[4]
Statistika inferensial sebagai sarana untuk membantu peneliti dalam menggunakan analisis data dengan melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian yang diajukan oleh peneliti dan dibangun dari kajian teori. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari lapangan, data bersumber dari sebagian populasi sebagai sampel yang kemudian dilakukan pengujian dan hasil pengujian itu digunakan untuk menarik kesimpulan secara umum terhadap populasi penelitian.

B. Jenis-Jenis Anasisi Data Inferensi
Statistika inferensial (inferential statitics) membahas mengenai cara menganalisis data serta mengambil kesimpulan (berkaitan dengan estimasi parameter dan pengujian hepotesis). Metode statistika inferensial berkaitan dengan analisis sebagian data sampai ke peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan data. Metode ini sering disebut statistika induktif karena kesimpulan yang ditarik diasarkan pada informasi dari sebagian data saja (sampel). Statistika inferensial dibagi menjadi dalam dua kelompok, yaitu statistika parametik dan statistika nonparametrik.
       1.        Statistika parametrik (parametric statistics) yaitu pendugaan dan uji hipotesis dari parameter populasi didasarkan anggapan bahwa skor-skor yang dianalisis telah ditarik dari suatu populasi dengan distribusi tertentu . skala pengukuran yang digunakan adalah skala interval atau ratio serta harus berdistribusi normal.[5]
      Statistika parametik ini merupakan bagian dari statistika inferensial yang mempertimbangakan nilai dari satu atau lebih parameter populasi. Statistika parametrik biasanya dihubungkan dengan data yang bersifat kuantitatif (minimal berskala ukur interval, akan dibahas pada bab pengorganisasian data). Selain itu, prosedur pengunaan analisis sttistika parametrik bentuk data dipersyaratkan harus berdistribusi normal.
  Contohnya, analisis statistika parametrik dalam statistika parametrik adalah Uji t (untuk satu dan dua sampel), Analisis Program (ANOVA) Uji Korelasi Pearson, dan Uji regresi (Uji f ).[6]
  ● Kegunaan Korelasi Pearson adalah untuk menentukan hubungan antara dua varibel ( gejala ) yang berskala interval ( skala yang menggunakan angka sebenarnya), oleh karena itu korelasi termasuk dalam kategori uji statistic para metrik. Besarnya korelasi adalah 0 s/d 1. Korelasi dapat positif yang artinya searah, jika variable pertama besar maka variable kedua semakin besar juga. Korelasi negatif, yang artinya berlawanan arah, jika variable pertama besar, maka variable kedua semakin mengecil.[7]
  ● Uji T ( T Test ) digunakan untuk membandingkan rata-rata dua populasi dengan data yang berskala interval.[8]
   2.        Statistika non parametik ( nonparametrik statistics) adalah pendugaan  dan uji dari parameter populasi anggapan bahwa skor-skor yang dianalisis telah ditarik dari suatu populasi dengan bebas sebaran ( tidak mengikuti distribusi tertentu).[9]
      Statistika nonparametrik merupakan bagian dari statistika inferensial yang tidak memperhatikan nilai dari satu atau lebih parameter populasi. Metode statistika nonparametrik digunakan untuk menganalisis data yang distribusinya tidak dapat diasumsikan normal. Data yang dibutuhkan lebih banyak yang berskala ukur nominal atau ordinal (data kualitatif).
        
         Contoh analisis statistika nonparametrik yaitu Qhi Square  untuk uji kebebasan dua variable kategori, Koefisien Korelasi Spearman, Uji Tanda Peringkat Wilcoxon, Uji Mann-Whitney, Uji Kruskal-Wallis, dan Uji Feiedman.
         Pada bagian pembahasan ini akan berfokus pada teknik analisi statistik nonparametrik, diantaranya:
         a. Korelasi Spearman.
                     Korelasi Spearman berfungsi untuk menentukan besarnya hubungan dua variable (gejala) yang berskala ordinal atau tata jenjang. Biasanya data yang dianalisis merupakan angka yang berjenjang. Misalnya, 1, 2, 3, 4 dan 5. Angka-angka tersebut sebenarnya bukan angka sebenarnya, melainkan hanya simbol saja. Oleh karena itu, korelasi ini termasuk uji statistik nonparametrik. Besarnya koreelasi adalah 0 s/d 1.[10]
                    b. Chi Square
                                    Chi Square kegunaannya adalah untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan antara variabel bebas dan variabel bergantung. Syarat untuk menggunakan chi square, maka data harus nominal.[11]
              Untuk dapat memanfaatkan semua jenis analisis tersebut seorang peneliti harus menguasai dan memahami model statistika tersebut dan menerapkan terhadap jenis penelitian yang sesuai.
C. Cara Membaca Inferensi.
              Dalam analisis penerikan kesimpulan statistik, uji statistic memberikan informasi mengenai kemungkinan bahwa kesimpulan yang terjadi hanya karena kebetulan dan keslahan acak atau terjadi karena suatu keterkaitan yang logis antar-variabel.
              Penarikan kesimpulan statistik adalah metode untuk memperkirakan tingkat variasi ulang. Sebagai berikut metode analisis data:
1. Perbedaan pengujian antar nilai rata-rata kelompok:
a.       Membandingkan nilai rata-rata sampel dengan nilai rata-rata populasi: z-test
b.      Membandingkan nilai rata-rata dua sampel:
1.      Seperangkat pengamatan independen: t-test untuk kelompok independen,
2.      Seperangkat pengamatan non-independen (kelompok yang dicocokkan, pengamatan yang diulang, dan sebagainya): t-test untuk kelompok non-independen.
c.       Membandingkan nilai rata-rata dua sampel atau lebih, membandingkan nilai rata-rata dalam rancangan berdasarkan factor (dengan lebih dari satu variabel independen): analisis varian (ANCOVA)
d.      Membandingkan nilai rata-rata dua sampel atau lebih sekaligus melakukan kontrol atas variasi yang berkaitan dengan variabel luar (ekstraneous): analisis antar varian (ANCOVA).

2. Menetukan jika koefisien korelasi (kecondongan regresi) benar-benar berbeda dari nol:
a.       t-test untuk signifikansi Pearson r dai nol,
b.      F-test untuk signifikansi korelasi ganda,
c.       t-test atau F-test untuk signifikansi kecondongan.[12]
Sebuah contoh sederhana penerapan statistika inferensial misalnya ketika seseorang ingin memban dingkan rata-rata performa dari dua grup berdasarkan ukuran tunggal untuk melihat apakah terdapat perbedaan diantara kedua grup tersebut. Misalnya seseorang ingin mengetahui apakah anak laki-laki klas enam dan anak perempuan klas enma berbeda dalam nilai ujian matematika, atau apakah terdapat perbedaan terhadap sebuah grup yang menjalani suatu program dengan grup lainnya yang tidak menjalani program. Untuk mengetahui hal tersebut seseorang dapat dilakukan suatu uji-t terhadapnya.[13]







BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1.      Inferensial adalah ilmu pengetahuan statistik yang bertugas mempelajari tata cara penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan populasi berdasarkan data hasil penelitian pada sampael (bagian dari populasi).
2.      Statistika parametrik (parametric statistics) yaitu pendugaan dan uji hipotesis dari parameter populasi didasarkan anggapan bahwa skor-skor yang dianalisis telah ditarik dari suatu populasi dengan distribusi tertentu.
Statistika non parametik ( nonparametrik statistics) adalah pendugaan  dan uji dari parameter populasi anggapan bahwa skor-skor yang dianalisis telah ditarik dari suatu populasi dengan bebas sebaran ( tidak mengikuti distribusi tertentu).
3.      Menetukan jika koefisien korelasi (kecondongan regresi) benar-benar berbeda dari nol:
a.       t-test untuk signifikansi Pearson r dai nol,
b.      F-test untuk signifikansi korelasi ganda,
c.       t-test atau F-test untuk signifikansi kecondongan.
          










DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, Tony. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. (Yogyakarta:Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2009).
Praswoto, Adi. Memahami Metode-Metode Penelitian. (Yogyakarta: AR-Ruzz Media.2011).
Muhidin, Sambas Ali. Aplikasi Statistika Dalam Penelitian. (Bandung :CV Pustaka Setia. 2011).
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kuakitatif. ( Yogyakarta: Graha Ilmu. 2006).









[1]Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin, Aplikasi Statistika dalam Penelitian, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), 17
[2] Andi Praswoto, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: AR-Ruzz Media, 2011), 97.
[3] Tony wijaya, Analisis Data Pnelitian Mengguakan SPSS, ( Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,2009), 8.
[4]Andhita Dessy Wulansari, Penelitian Pendidikan,(Ponorogo: STAIN Po PRESS,2012), 94.
[5] Ibid, 8.
[6] Sambas Ali Muhidin, Aplikasi Statistika dalam Penelitian, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011). 19-20.
[7] Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), 149-150.
[8] Ibid, 154.
[9] Tony Wijaya, 8.
[10] Jonathan Srawono, 158.
[11] Ibid, 158-161.
[12]Abbas Tashakkori, Mixed Methodology, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), 191-192.